Selasa, 17 Februari 2015

Konflik Saudara di Kampuchea (Kamboja)



    Kampuchea merupakan salah satu negara yang terletak di kawasan Asia Tenggara dan termasuk rumpun bangsa Indo-Cina. Seperti bangsa-bangsa lain di Asia yang mengalami masa penjajahan Barat, Kampuchea mengalami penjajahan Prancis sejak tahun 1863. Perlawanan rakyat Kampuchea, dibawah pimpinan Raja Norodom Sihanouk, memperoleh kemerdekaannya pada tanggal 9 November 1953. Sihanouk ingin membangun Kampuchea yang modern. Dalam mengerahkan dukungan politiknya, ia mendirikan front nasional yang bernama Gangkum Reastr Niyum (popular Socialist Community). Ia berhasil menekan oposisi konservatif dan radikal kiri seperti Partai Komunis Khmer yang dikenal dengan sebutan “Khmer Merah”. Sihanouk menilai ancaman dari dalam negeri lebih kecil dibanding ancaman dari negara tetangganya, yaitu Vietnam Selatan dan Thailand. Keadaan ini semakin parah dengan posisi Amerika Serikat, Cina, dan Uni Soviet yang menjadikan Kampuchea sebagai ajang perebutan pengaruh. Sihanouk mengambil sikap mengadakan pendekatan kepada Cina dan Vietnam Utara. Kampuchea mengizinkan komunis dua negara tersebut masuk ke negerinya sebagai persiapan untuk menyerang Vietnam Selatan. Norodom Sihanouk pun menolak bantuan ekonomi yang akan diberikan Amerika Serikat. Sikap Sihanouk membuat pihak oposisi dan kaum pedagang Kampuchea mengkritik tindakannya.
    Pada tahun 1970, ketika Sihanouk pergi berobat ke luar negeri kesempatan itu dimanfaatkan oleh birokrat sipil dan pejabat militer untuk menjatuhkan rezimnya. Perdana Menteri Letnan Jenderal Lon Nol dan Pangeran Sisowath Sirik Matak yang pro-Amerika Serikat memimpin pemberontakan pada tanggal 18 Maret 1970. Mereka berhasil mendirikan Republik Khmer dengan Letnan Jenderal Lon Nol sebagaai presidennya pada tanggal 9 oktober 1970. Lon Nol termasuk golongan anti komunis. Ia menuntut penarikan pasukan Vietnam Utara dari Kampuchea Timur. Bahkan, ia mengizinkan Amerika Serikat dan Vietnam Selatan untuk membersihkan Kampuchea dari penduduk Vietnam Utara pada April 1970.
    Sejak tergulingnya Sihanouk, Kampuchea terus dirundung kemelut yang berkepanjangan. Di satu sisi Vietnam Utara mendukung Khmer Merah untuk menggulingkan Letnan Jenderal Lon Nol (Republik Khmer). Di sisi lain, Vietnam Selatan memberi dukungan kepada Letnan Jenderal Lon Nol. Sementara itu, Norodom Sihanouk mendirikan Royal Government of Nation Union of Combodia ditempat pengasingannya (Cina). Organisasi ini mendapat dukungan Cina dan Vietnam Utara. Namun, Khmer Merah mengontrol organisasi ini. Sekertaris Jenderal Khmer Merah pada saat itu dijabat oleh Pol Pot. Mereka bergabung untuk melawan Lon Nol, setelah Lon Nol jatuh, Khmer Merah memegang kendali pemerintahan di Kampuchea. Sihanouk akan diangkat menjadi kepala negara tetapi menolak karena ia sadar kedudukannya hanya sebagai symbol tanpa memiliki kewenangan apapun.
    Pada tanggal 17 April 1975, militer Khmer Merah berhasil merebut Phom Penh. Khmer Merah membentuk pemerintahan yang revolusioner dengan menyingkirkan jutaan rakyat Kampuchea yang menentangnya. Pada tanggal 28 Maret 1976, Kampuchea mengadakan pemilu. Presiden terpilihnya adalah Khieu Shamphan dengan Perdana Menteri Pol Pot. Pemerintahan mereka diwarnai dengan terror dan kekejaman.
    Ditengah kekacauan itu, muncul tokoh Heng Samrin dan Hun Sen. Mereka menentang kebijaksanaan Pol Pot. Heng Samrin adalah seorang perwira Khmer Merah. Kudeta pertama Heng Samrin dan Hun Sen mengalami kegagalan yang mengakibatkan mereka harus melarikan diri ke Vietnam. Peristiwa itu terjadi pada awal tahun 1978. Vietnam membantu Heng Samrin dan Hun Sen dengan mengirimkan tentaranya untuk menyerbu Kampuchea pada tanggal 25 Desember 1978. Vietnam berhasil mendudukkan keduanya pada pucuk pemerintahan Kampuchea. Mereka membentuk susunan pemerintahan yang bernama Dewan Devolusi Rakyat Kampuchea. Heng Samrin menjadi presiden dan Hun Sen menjabat perdana menteri. Namun, pemerintahan Heng Samrin tidak berjalan dengan mulus karena tidak mendapaatkan pengakuan internasional.
    Melihat keadaan negara seperti itu, muncullah kelompok pimpinan Son Sann, yaitu Fron Pembebasan Nasional Rakyat Kampucea yang antikomunis. Kelompok ini menentang Khmer Merah maupun Vietnam. Sementara itu, Sihanouk juga mulai mencoba mengorganisasi kelompok Son Sann dan kelompok Khieu Shamphan. Tujuan Sihanouk adalah membentuuk pemerintahan koalisi, yaitu Coalition Government for Democratic Khmer (CGDK).
Coalition Government for Democratic Khmer (CGDK) terdiri atas:
a. Funceinpec pimpinan Norodom Sihanouk.
b. Khmer Merah pimpinan Khieu Samphan.
c. Khmer Non-Komunis pimpinan Son Sann.
   Pembentukan koalisi itu terjadi pada tanggal  17 Juni 1982. Formatur pemerintahannya antara lain sebagai presiden adalah Pangeran Norodom Shanouk, Wakil Presiden Khieu Shamphan dan Perdana Menteri Son San. PBB mengakui CGDK sebagai pemerintahan yang sah di Kampuchea.
  Persoalan Kampuchea belum selesai sampai disini. Masih banyak rintangan yang harus dihadapi CGDK. Masalah-masalah itu sebagai berikut.
a. Harus menghadapi pihak Heng Samrin – Hun Sen (rejim Phnom Penh)
b. Hubungan Khmer Merah – Son Sann yang tidak harmonis
c. Banyaknya pasukan Vietnam di Kampuchea
   Rejim Phnom Penh kemudian membentuk pemerintahan sendiri di Phnom Penh. Ketika terpilih menjadi perdana menteri Republik Rakyat Kampuchea sejak tahun 1984, Hun Sen membawa Kampuchea ke arah lebih moderat. Contohnya ia mau menghadiri pertemuan Jakarta Informal Meeting sebagai salah satu usaha perdamaian dari kelompok-kelompok yang bertikai di Kampuchea.
    Persoalan Kampuchea ternyata belum selesai sampai disini. Untuk membentuk pemerintahan nasional masih diperlukan beberapa kali pertemuan. Pertemuan-pertemuan tersebut, antara lain Konferensi Paris, Jakarta Informal meeting (JIM) I, dan II di Bogor atas prakarsa Menteri Luar Negeri Indonesia Ali Alatas serta perundingan Tokyo pada tanggal 4 Juni 1990. Tujuan pertemuan-pertemuan tersebut adalah mencapai kesepakatan nasional Kampuchea (mendamaikan kelompok-kelompok yang bertikai).
    Usaha perdamaian di Kampuchea mengalami kegagalan karena masing-masing golongan memiliki pendukung negara asing sehingga memicu konflik. Konflik Kampuchea dapat mengganggu stabilitas Asia Tenggara, karena peperangan yang terjadi dapat menjalar ke negara ASEAN. Oleh karena itu, negara-negara Asia Tenggara berupaya terlibat hubungan erat, saling mempengaruhi, dan membantu di segala bidang untuk perdamaian Kampuchea. Misalnya, Indonesia berinisiatif mengadakan Jakarta Informal Meeting (JIM). Setelah situasi politik yang relative aman, Kampuchea akhirnya masuk anggota ASEAN pada tanggal 16 Desember 1998. Keadaan Kampuchea lebih stabil lagi ketika Pol Pot (pemimpin Khmer Merah) meninggal pada tahun 1999.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Blogger news

Blogroll

About