Kampuchea
merupakan salah satu negara yang terletak di kawasan Asia Tenggara dan termasuk
rumpun bangsa Indo-Cina. Seperti bangsa-bangsa lain di Asia yang mengalami masa
penjajahan Barat, Kampuchea mengalami penjajahan Prancis sejak tahun 1863.
Perlawanan rakyat Kampuchea, dibawah pimpinan Raja Norodom Sihanouk, memperoleh
kemerdekaannya pada tanggal 9 November 1953. Sihanouk ingin membangun Kampuchea
yang modern. Dalam mengerahkan dukungan politiknya, ia mendirikan front
nasional yang bernama Gangkum Reastr Niyum (popular Socialist Community). Ia
berhasil menekan oposisi konservatif dan radikal kiri seperti Partai Komunis
Khmer yang dikenal dengan sebutan “Khmer Merah”. Sihanouk menilai ancaman dari
dalam negeri lebih kecil dibanding ancaman dari negara tetangganya, yaitu
Vietnam Selatan dan Thailand. Keadaan ini semakin parah dengan posisi Amerika
Serikat, Cina, dan Uni Soviet yang menjadikan Kampuchea sebagai ajang perebutan
pengaruh. Sihanouk mengambil sikap mengadakan pendekatan kepada Cina dan
Vietnam Utara. Kampuchea mengizinkan komunis dua negara tersebut masuk ke
negerinya sebagai persiapan untuk menyerang Vietnam Selatan. Norodom Sihanouk
pun menolak bantuan ekonomi yang akan diberikan Amerika Serikat. Sikap Sihanouk
membuat pihak oposisi dan kaum pedagang Kampuchea mengkritik tindakannya.
Pada
tahun 1970, ketika Sihanouk pergi berobat ke luar negeri kesempatan itu
dimanfaatkan oleh birokrat sipil dan pejabat militer untuk menjatuhkan
rezimnya. Perdana Menteri Letnan Jenderal Lon Nol dan Pangeran Sisowath Sirik
Matak yang pro-Amerika Serikat memimpin pemberontakan pada tanggal 18 Maret
1970. Mereka berhasil mendirikan Republik Khmer dengan Letnan Jenderal Lon Nol
sebagaai presidennya pada tanggal 9 oktober 1970. Lon Nol termasuk golongan
anti komunis. Ia menuntut penarikan pasukan Vietnam Utara dari Kampuchea Timur.
Bahkan, ia mengizinkan Amerika Serikat dan Vietnam Selatan untuk membersihkan
Kampuchea dari penduduk Vietnam Utara pada April 1970.
Sejak
tergulingnya Sihanouk, Kampuchea terus dirundung kemelut yang berkepanjangan.
Di satu sisi Vietnam Utara mendukung Khmer Merah untuk menggulingkan Letnan
Jenderal Lon Nol (Republik Khmer). Di sisi lain, Vietnam Selatan memberi
dukungan kepada Letnan Jenderal Lon Nol. Sementara itu, Norodom Sihanouk
mendirikan Royal Government of Nation Union of Combodia ditempat pengasingannya
(Cina). Organisasi ini mendapat dukungan Cina dan Vietnam Utara. Namun, Khmer
Merah mengontrol organisasi ini. Sekertaris Jenderal Khmer Merah pada saat itu
dijabat oleh Pol Pot. Mereka bergabung untuk melawan Lon Nol, setelah Lon Nol
jatuh, Khmer Merah memegang kendali pemerintahan di Kampuchea. Sihanouk akan
diangkat menjadi kepala negara tetapi menolak karena ia sadar kedudukannya hanya
sebagai symbol tanpa memiliki kewenangan apapun.
Pada
tanggal 17 April 1975, militer Khmer Merah berhasil merebut Phom Penh. Khmer
Merah membentuk pemerintahan yang revolusioner dengan menyingkirkan jutaan
rakyat Kampuchea yang menentangnya. Pada tanggal 28 Maret 1976, Kampuchea
mengadakan pemilu. Presiden terpilihnya adalah Khieu Shamphan dengan Perdana
Menteri Pol Pot. Pemerintahan mereka diwarnai dengan terror dan kekejaman.
Ditengah
kekacauan itu, muncul tokoh Heng Samrin dan Hun Sen. Mereka menentang
kebijaksanaan Pol Pot. Heng Samrin adalah seorang perwira Khmer Merah. Kudeta
pertama Heng Samrin dan Hun Sen mengalami kegagalan yang mengakibatkan mereka
harus melarikan diri ke Vietnam. Peristiwa itu terjadi pada awal tahun 1978.
Vietnam membantu Heng Samrin dan Hun Sen dengan mengirimkan tentaranya untuk
menyerbu Kampuchea pada tanggal 25 Desember 1978. Vietnam berhasil mendudukkan
keduanya pada pucuk pemerintahan Kampuchea. Mereka membentuk susunan
pemerintahan yang bernama Dewan Devolusi Rakyat Kampuchea. Heng Samrin menjadi
presiden dan Hun Sen menjabat perdana menteri. Namun, pemerintahan Heng Samrin
tidak berjalan dengan mulus karena tidak mendapaatkan pengakuan internasional.
Melihat
keadaan negara seperti itu, muncullah kelompok pimpinan Son Sann, yaitu Fron
Pembebasan Nasional Rakyat Kampucea yang antikomunis. Kelompok ini menentang
Khmer Merah maupun Vietnam. Sementara itu, Sihanouk juga mulai mencoba
mengorganisasi kelompok Son Sann dan kelompok Khieu Shamphan. Tujuan Sihanouk
adalah membentuuk pemerintahan koalisi, yaitu Coalition Government for
Democratic Khmer (CGDK).
Coalition
Government for Democratic Khmer (CGDK) terdiri atas:
a. Funceinpec
pimpinan Norodom Sihanouk.
b. Khmer
Merah pimpinan Khieu Samphan.
c. Khmer
Non-Komunis pimpinan Son Sann.
Pembentukan
koalisi itu terjadi pada tanggal 17 Juni
1982. Formatur pemerintahannya antara lain sebagai presiden adalah Pangeran
Norodom Shanouk, Wakil Presiden Khieu Shamphan dan Perdana Menteri Son San. PBB
mengakui CGDK sebagai pemerintahan yang sah di Kampuchea.
Persoalan
Kampuchea belum selesai sampai disini. Masih banyak rintangan yang harus
dihadapi CGDK. Masalah-masalah itu sebagai berikut.
a. Harus
menghadapi pihak Heng Samrin – Hun Sen (rejim Phnom Penh)
b. Hubungan
Khmer Merah – Son Sann yang tidak harmonis
c. Banyaknya
pasukan Vietnam di Kampuchea
Rejim
Phnom Penh kemudian membentuk pemerintahan sendiri di Phnom Penh. Ketika
terpilih menjadi perdana menteri Republik Rakyat Kampuchea sejak tahun 1984,
Hun Sen membawa Kampuchea ke arah lebih moderat. Contohnya ia mau menghadiri
pertemuan Jakarta Informal Meeting sebagai salah satu usaha perdamaian dari
kelompok-kelompok yang bertikai di Kampuchea.
Persoalan
Kampuchea ternyata belum selesai sampai disini. Untuk membentuk pemerintahan
nasional masih diperlukan beberapa kali pertemuan. Pertemuan-pertemuan
tersebut, antara lain Konferensi Paris, Jakarta Informal meeting (JIM) I, dan
II di Bogor atas prakarsa Menteri Luar Negeri Indonesia Ali Alatas serta
perundingan Tokyo pada tanggal 4 Juni 1990. Tujuan pertemuan-pertemuan tersebut
adalah mencapai kesepakatan nasional Kampuchea (mendamaikan kelompok-kelompok
yang bertikai).
Usaha
perdamaian di Kampuchea mengalami kegagalan karena masing-masing golongan
memiliki pendukung negara asing sehingga memicu konflik. Konflik Kampuchea
dapat mengganggu stabilitas Asia Tenggara, karena peperangan yang terjadi dapat
menjalar ke negara ASEAN. Oleh karena itu, negara-negara Asia Tenggara berupaya
terlibat hubungan erat, saling mempengaruhi, dan membantu di segala bidang
untuk perdamaian Kampuchea. Misalnya, Indonesia berinisiatif mengadakan Jakarta
Informal Meeting (JIM). Setelah situasi politik yang relative aman, Kampuchea
akhirnya masuk anggota ASEAN pada tanggal 16 Desember 1998. Keadaan Kampuchea
lebih stabil lagi ketika Pol Pot (pemimpin Khmer Merah) meninggal pada tahun
1999.
0 komentar:
Posting Komentar